Tuesday, December 9, 2008

Lebih Dari Setahun-6

Senpai-senpai pada ngajakin makan.” Erik segera memecah kesunyian.

 “ Ooo...saya sudah janji sama Japri, kita mau masak malam ini. Lagipula Lily kalau kamarnya nggak diberesin malam ini bisangggak tidur lagi nih.” Lily kaget mendengar ucapan Ali. Dia sebenarnya ingin ikut makan bersama yang lain-lain dan melepaskan diri dari Ali.

 “Oo...kalau gitu kita pergi dulu ya.” Maya mengangguk dengan penuh pengertian ke arah Erik. Erik pun segera mengerti dan mereka berdua pergi.

 “Yang ini mau diapain Ly?” Ali mengeluarkan segulung besar kertas kado berwarna merah muda pucat.

 “Oh...itu mau dibuat wall paper.

 “Ini ditempel semua di tembok?” Ali agak kaget. Walaupun kamar Lily kecil, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk menutupi seluruh dindingnya dengan kertas kado berwarna.

 “Iya, habis temboknya kotor banget sih.” Ali memandang ke seluruh kamar, cat tembok mengelotok di sana-sini, bekas tempelan penghuni-penghuni sebelumnya. Bangunan ini sudah berdiri berpuluh-puluh tahun lamanya, dan setiap tahun selalu ditinggali oleh murid-murid dari luar negeri untuk belajar bahasa Jepang selama satu tahun. Tidak heran kalau setiap tahun dekorasi tiap kamar pun berganti sesuai selera penghuninya.

 

 

 “Oh iya ya..kotor banget, iya deh, aku yang kerjain.” Lily sekarang sudah benar-benar terperangkap. Aduh, pikirnya, mau sampai kapan nih Kak Ali di sini terus!

      Selama hampir tiga jam Ali dan Lily tak henti-hentinya menempeli dinding kamar Lily dengan kertas kado. Selama itu Ali banyak bercerita tentang dirinya. Lily, walaupun merasa tidak nyaman berduaan saja dengan Ali, tidak ingin menyinggung perasaan senpai-nya, ia tetap bersikap ramah.

      “Kak, mau makan sekarang nggak?” Japri muncul dengan membawa sebuah kantong plastik besar.

      “Makan sekarang yuk, Ly?” Lily mengangguk. Perasaan lega mengalir memenuhi dirinya. Bertiga bersama Japri jauh lebih baik daripada berduaan saja.

Di dapur umum, Ali, yang sudah dua tahun hidup mandiri di Jepang mempertunjukkan kebolehannya memasak sementara Lily dan Japri kebagian tugas memotong sayuran.

       “O iya, ajak Maya dan Erik juga kali ya, siapa tahu mereka juga mau nyicip-nyicip” Lily tiba-tiba teringat akan mereka berdua. Tatapan mata Maya dan Erik yang gugup di depan pintu kamarnya waktu melihatnya berduaan saja dengan Ali tak lepas-lepas dari benaknya. Ia takut semua orang berpikir bahwa ia dan Ali punya hubungan khusus, bisa-bisa Maya dan Erik menjauhinya hanya karena mereka merasa perlu memberi waktu pribadi untuk dirinya dan Kak Ali.

 

 

       “Maya lagi ngapain?” Lily membuka pintu kamar Maya setelah dipersilahkan masuk. Maya yang duduk menghadapi meja belajarnya menoleh, “Lagi nulis surat buat temen.”

       “Lho, kenapa nggak pake mail aja? ‘Kan lebih cepet nyampe, nggak pegel nulis lagi.”

       “Lain Ly, rasanya, nerima mail sama nerima surat di kotak pos.”

       “Mau makan sama2 nggak? Masakan Kak Ali.”

       “Nggak ah, takut mengganggu” Maya mengedipkan matanya. Lily mengernyitkan keningnya, hal yang ditakutkannya sudah terjadi.

       “Nggak kok, orang kita makan malam bertiga sama Japri.”

       “Ooo...pantesan Japri juga nggak mau diajak ya,  mereka masak daging halal ya?”

       “Iya tuh, katanya, mau bikin kari ayam.”

 

        Di Jepang, negara yang penduduknya boleh dibilang tak beragama, sangat sulit bagi pemeluk agama Islam untuk bisa makan di luar, karena jarang ada makanan halal. Kalau pun makan di luar, mereka memesan sea food. Ada tempat-tempat khusus yang menjual daging halal. Toko khusus daging halal ini sudah  menjadi tempat wajib kunjung bagi para pendatang baru yang beragama Islam, khususnya murid-murid Indonesia dan Malaysia. Ali juga telah mengantarkan Japri ke toko ini pada hari kedua Japri di Jepang.

No comments:

Post a Comment