Thursday, January 8, 2009

Lebih Dari Setahun-7

  “Gimana, mau nggak?” tanya Lily sekali lagi.                                                                

      “Sorry, kapan-kapan aja deh, lagi pengen nulis surat nih.”

      “Oh, ya udah deh..aku ke kamar Erik dulu.” Lily keluar dari kamar Maya dengan kecewa. Kadang-kadang ia memang tidak bisa mengerti sikap Maya. Tidak ada salahnya Maya pergi ke dapur sebentar dan berbincang-bincang dengan mereka. Tapi memang, sejak mereka bersama-sama belajar bahasa Jepang secara intensif di Jakarta, Lily sudah merasa bahwa Maya agak sulit dimengerti. Kadang-kadang ia bisa bercanda dan berceloteh dengan ceria dan centil, sekejap kemudian dia sudah menjadi serius dan dingin. Tidak perduli bagaimanapun keadaan sekeliling, Maya tidak pernah terpengaruh, dia punya pace sendiri.

 

       “Erik, mau ikut nyobain masakan Kak Ali nggak sama aku dan Japri di dapur lantai 2? “

       “Ooo...boleh.” Erik menjawab pendek, kemudian keluar dan mengunci kamarnya. Reaksinya jauh berbeda dengan Maya.

       “Tadi makan di mana sama senpai-senpai yang lain? “

       “Di Denny’s.” Denny’s adalah sebuah famiresu, singkatan dari  family resutoranto. Family restaurant di Jepang adalah tempat yang paling pas untuk makan bersama banyak orang karena mejanya besar-besar dan menunya bermacam-macam. Biasanya famiresu di Jepang dipegang oleh sebuah perusahaan besar yang membuka cabangnya di mana-mana dengan nama yang sama. Di mana-mana bisa ditemukan Denny’s, Royal Host, Sky Lark, Jonathan, Bld’y, semuanya hampir sama dengan sedikit variasi menu dan konsep yang berbeda.

 

       “Pulangnya udah lama?”

       “Hmm...satu jam yang lalu.” Tiba-tiba Lily terkikik geli.

       “Kenapa?”

       “Erik, kamu kalo ngomong, nggak pernah lebih dari satu kalimat ya?”

       “Eh..?!” Erik yang kaget karena dikritik langsung tidak bisa menjawab apa-apa an dan tersenyum saja. Erik kaget, sekaligus bingung. Semua orang di sekelilingnya tahu dia pendiam dan tidak terlalu mengusiknya. Mereka selalu membiarkannya tenggelam dalam dunianya sendiri. Sampai saat ini baru Lily saja yang pernah menembaknya dengan pertanyaan yang demikian langsung.

 

        Setelah makan malam Ali pun pamit dan pulang. Akhirnya..., pikir Lily. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing. Lily di lantai dua, lantai untuk anak perempuan dan, Japri di lantai 3 dan Erik di lantai 1, lantai untuk anak laki-laki.

Asrama mereka ini memang hanya terdiri dari 3 lantai. Bentuknya sama seperti bentuk standar asrama-asrama lainnya. Lorong panjang yang diapit oleh pintu-pintu kamar penghuni di kanan-kirinya. Di ujung lorong ada sebuah jendela besar yang menghadap ke halaman dan di ujung yang lainnya adalah pintu darurat. Di setiap lantai ada shower room dan WC yang terpisah. Kemudian dapur dan ruang cuci baju yang berisi 2 mesin cuci yang hanya bekerja kalau dimasukkan uang logam 100 yen, dan alat pengering yang menempel di tembok, yang juga tidak gratis.

 

       Lily masuk ke kamar dan membaringkan tubuhnya di kasurnya yang sekarang diselimuti bed cover kotak-kotak merah muda dan putih. Dindingnya juga telah selesai dilapisi dengan kertas kado yang berwarna senada. Keset kakinya juga. Lily sengaja memilih warna merah muda pucat karena dipikirnya warna ini akan serasi dengan warna karpet yang merah tua dan kusam. Tapi ternyata tidak membantu banyak.

       “Tok tok” Lily membuka pintu dan di depan kamarnya Erik berdiri.

       “Ly..wow..” Erik tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Begitu Lily membukakan pintu ia dapat melihat dinding kamar Lily yang seolah-olah dilapisi wall paper.

        “Bagus ya?” Lily pun membuka kamarnya lebih lebar lagi untuk memamerkannya. Erik memandang berkeliling dan terkagum-kagum.

 

         Hi Lily ..oh wow..what did you do to your room?” Tiba-tiba gadis Rumania penghuni kamar seberang keluar dari kamarnya sambil memegang sebuah gelas berisi susu di tangannya. Ia mengenakan piama bergaris-garis warna biru muda. Rambutnya yang pirang diikat asal-asalan.

         Oh...I couldn’t stand the dirty wall.” Lily tersenyum bangga memperlihatkan hasil karyanya kepada gadis Rumania yang bernama Francesca ini.

         Oh, hi, how do you do ?”  Francesca pun menoleh ke Erik dan menyapanya dengan ramah. Erik mengangguk tersenyum.

         “Kalian sama-sama dari Indonesia ? “ Tanyanya ramah.

         Yes.” Erik menjawab, lagi-lagi dengan pendek.

         O really ? But you two look different. It’s hard to tell you both came from the same country.” Francesca pun memandang Lily dan Erik bergantian.

         Well, I’m real Indonesian, Erik is Chinese Indonesian.”

         O, I see....I thought you came from China.” Erik hanya tersenyum-senyum saja. Francesca tertawa terkekeh-kekeh.

         There are many, many kinds of people in Indonesia.” Lily pun menambah penjelasannya.

            Ok, now that I learn something, I’ll go and warm my milk.” Francesca tersenyum dan pergi ke dapur untuk menghangatkan susunya dengan microwave.

 

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License.

No comments:

Post a Comment