Sunday, October 12, 2008

Lebih Dari Setahun-2

        “Konnichiwa, youkoso selamat datang” seorang wanita Jepang setengah baya berambut keriting sebahu keluar dari pintu depan yang terbuat dari kaca diikuti 3 orang pemuda yang terlihat seperti orang Indonesia.Lily, Maya, Japri dan Erik menurunkan barang-barang mereka dari dalam bagasi. Wanita Jepang yang kemudian mereka panggil sensei , guru, membayar taksi mereka, sementara itu mreka menurunkan barang-barang dan berkenalan dengan tiga pemuda yang juga menyambut mereka. Ketiga pemuda ini ternyata juga adalah pelajar-pelajar Indonesia yang mendapat beasiswa yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Mereka sekarang sudah duduk di bangku universitas dan khusus datang untuk menyambut adik-adik kelasnya.

 

 

         “Aduh lihat meterannya sampe takut deh, gimana cara bayarnya nih, kalo dirupiahin udah berjuta-juta.” Lily yang memang selalu ceria dalam sesaat sudah berceloteh dengan akrab dengan salah satu pemuda yang menyambut mereka.

        “Ah, jangan takut, semuanya sekolah yang bayar kok.” Maya menggigil kedinginan, baju hangatnya yang dibeli di Jakarta tidak cukup menghangatkan tubuhnya. Dia memang pernah beberapa kali ke luar negeri, tapi hanya pada musim panas saja. Musim semi ini adalah yang pertama baginya. Dingin. Seolah-olah AC juga dipasang di luar ruangan.

 

 

         Begitu masuk ke dalam gedung ternyata sudah ada belasan senpai lainnya yang menunggu kedatangan mereka. Ada yang sedang mengambil master, ada yang masih tingkat satu, dua, tiga dan empat.

         Ja, heya wo kimemashoune..sensei menyodorkan Erik sebuah kotak biru berisi kertas-kertas kecil yang terlipat dan menunjuk–nunjuk ke dalamnya. Tampaknya sensei memintanya mengambil undi. Erik mengambil sebuah kertas dan Japri pun mengikutinya. Maya dan Lily mengambil kertas mereka masing-masing dari kotak berwarna merah.

         “Apa sih ini Kak ?” Tanya Lily.

         “Nomor kamar.”

         “Ooo…” mereka berempat mengangguk-angguk dan kemudian dibantu beberapa senpai lain mereka meletakkan barang-barang di kamar masing-masing.

 

 

         Lily masuk ke kamarnya dan terkesiap. Kamar barunya begitu kecil dan kotor. Ada sebuah kasur, meja belajar, sebuah lemari baju dan rak buku. Cahaya matahari sore yang jatuh di atas kasur yang akan ditidurinya untuk setahun penuh membuat kasurnya tampak lebih kuning. Butir-butir debu yang halus tampak berputar perlahan  di sepanjang alur yang ditempuh sinar matahari. Karpet yang berwarna merah tua kusam yang melapisi lantai di kamarnya tidak membuat keadaan lebih baik. Besar setiap kamar hanyalah 4x3, sama besar dengan kamar pembantu Lily di rumahnya di Jakarta.

 

 

         “Ly, katanya kalau udah selesai semua disuruh turun ke bawah sama senpai-senpai “ suara Erik mambangunkan Lily dari lamunannya. Lily memandang kamarnya sekali lagi dengan putus asa,

“Hhh….” Tanpa sadar ia menghela nafas.

“Kalau dibersihin juga jadi bagus Ly.” Erik mengangguk-angguk penuh pengertian.

“Eh..kok kamu tahu apa yang aku pikirin ? Jangan-jangan kamu juga berpikiran sama ya?” Erik tersenyum lebar-lebar dan mereka berdua tertawa bersama.

No comments:

Post a Comment